Pelangi di Matamu
21.11.2011
Cerita ini adalah fiksi, jika terdapat kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan saja.
Di depan altar ku ucapkan janji setia, setelah tiga tahun kita merenda kasih dalam balutan cinta. Kini, tiba saat-saat yang paling bersejarah bagi donna dan atar. Matahari masih malu-malu menampakan sinarnya, walau jaum jam pendek telah beranjak menuju angka sebelas. Para tamu dan undangan juga telah ramai menghadiri pemberkatan perkawinan suci, Tuhan pun telah siap di singgasananya untuk menyaksikan janji pernikahan.
Setelah atar mengucapkan janji setia pernikahan, giliran donna yang mengucapkannya dengan panduan bapa. Satu hal yang menarik bagi donna dari pesan kotbah pendeta, ketika pendeta menggenggam erat tangan donna dan atar, ia pun berucap “pernikahan kalian yang telah di satukan oleh Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh tangan manusia, kecuali maut yang menjemputnya”. Tanpa donna sadari air mata haru telah menggenangi kelopak mata dan bermain layaknya ombak kecil yang menyapu bulu-bulu mata, kian lama kian nampak sebuah pelangi bahagia dimatanya.
Atar sempat melirik ekspresi haru donna, ia pun memberi senyuman kecilnya dan mengenggam erat tangan kiri donna dengan tangan kanannya. Sepintas ia teringat bagaimana dulu, tiga tahun yang lalu ia mengunggkapkan semua perasaan pada donna di dalam lift.
---------------------------------------
Tiga tahun yang lalu atar dan donna bukanlah siapa-siapa, jangankan sahabat atau kawan, nama pu mereka tak saling tahu. Cuman yang pasti setiap kali jam tujuh pagi, hampir selalu atar satu lift dengan donna, kala itu donna adalah wanita misterius dalam lift. Mereka kerja dalam satu gedung yang sama, tapi entah pada perusahaan apa donna bekerja, yang pasti tombol lantai empat belas selalu ditekan oleh jemari manis wanita misterius dalam lift. Kian hari rasa penasaran atar kian menjadi, ingin rasanya ia menanyakan nama dan nomor telepon, tapi secepat itu pula niatnya diurungkan. Malu dan takut, selalu menghatui atar, Ia takut jika di tolak oleh wanita misterius dalam lift. Pernah suatu ketika atar masuk lift duluan dan menekan tombol lantai delapan tempat ia bekerja, “lantai berapa mba?” tanya atar “empat belas mas. makasih” wanita misterius pun membalas dengan datar tanpa ekspresi.
Atar yang biasanya sering lembur, kali ini ia pulang lebih cepat dari biasanya. Tombol lift tanda turun pun ditekannya, ketika pintu lift terbuka alangkah terkejutnya atra melihat sosok wanita idaman yang penuh dengan misterius telah berada didalam lift seorang diri. Atar pun masuk dan tombol lantai lobby telah menyala. ‘kini saatnya atau tidak sama sekali’ atar berucap dengan dirinya dalam hati, seolah dirinya pun berkata ‘ayo atar... kamu harus dapat’. belum sempat atar mengawali pembicaraan pembuka, wanita misterius telah menyapannya
“mas... ballpointnya lopua di tutup tuh! Tintanya meleber ke baju”
“astaga.... makasih ya mba”
Sikap panik dan gelisah telah dipancarkan oleh atar dihadapan wanita misterius yang ingin sekali ia kenali.
“ini mas.. kalo mau tisu basa aku punya...”
“oohh... makasih mba” sambil menunggu tisu basah, tangan atar telah maju untuk berkenalan “nama kamu siapa?”
“panggil aja donna”
“aku atar”
“ini mas tisunya, sayang bajunya kelunturan”
“makasih ya donna... wangi sekali tisunya, seperti yang punya”
Merah padam pipi donna mendapat pujian dari seorang pria yang baru dikenalinya. Secepat itu pula pintu lift telah terbuka tepat di lantai dasar, lobby. Mereka pun segera meninggalkan lift, dan berganti dengan pengguna lift lainnya.
“mba donna... sori nih, boleh minta nomer hp nya?”
“aduhh... gak usah manggil mba, kayak aku tua aja. Panggil aja donna”
“iya sori, besok-besok kalau ketemu di lift nggak pake mba lagi deh...”
“0810125693740. Tolong kamu miskal ya”
‘tutt.. tutt..’ nada panggil yang berasal dari telepon genggamnya donna
“ini ya nomor kamu?”
“iya benar. Boleh nanti malam aku telepon kamu?”
“boleh aja...”
“gak ada yang marah?”
“kan ke hape ku.... kalo ke rumah, papa mama ku yang tanya”
“oke deh donna, sampe nanti...”
“daa....”
Donna dan atar pun berlalu dalam lalu-lalang orang yang berada di lobby kantor mereka.
Dihari-hari berikutnya donna dan atar lebih sering bertemu di lift, mereka sering janjian sebelum masuk kerja untuk sarapan dulu di kantin. Kali ini bukan jam tujuh mereka bertemu di lift, tapi sekitar jam tujuh mereka bertemu di kantin belakang, barulah sekitar setengah delapan mereka bersama-sama menuju lobby dan menaiki lift. Atar turun di lantai delapan dan donna masih melanjutkan ke lantai empat belas. Siang harinya mereka jarang sekali bertemu, urusan pekerjaannya yang membuat mereka sulit bisa makan siang bersama. Terkadang atar baru makan siang jam satu lewat, sedang donna jam dua belas kurang sedikit sudah mengacir turun ke lantai dasar untuk berburu makan siang bersama rekan kerjannya. Tapi mereka selalu mengabari lewat bbm, kadang menggunkan telepon kantor masing-masing.
Hubungan mereka pun kiat dekat dan akrab, tak terasa hampir satu bulan sejak mereka berkenalan di lift. Atar pun berencana mengajak donna keluar untuk nonton bioskop setelah jam pulang kantor di penghujung akhir pekan.
‘don... entar after office hour, nonton yuk?’ tulis atar di pesan singkat bbmnya
‘dimana tar?’ balas donna lewat bbm
‘di mall depan kantor aja, tinggal nyebrang’ balas atar
‘ok deh. entar sore kalo aku dah mau turun, aku ping kamu ya’ balas donna dengan bbm nya
‘siap bu...’
Sore pun dimulai, donna dan atar mengawali hari pertamanya diluar area kantor yang selama ini telah mereka habiskan bersama. Hingga larut tak terasa, atar pun ingin mengunggkapkan perasaan cintanya pada donna. Tapi yang selalu menghantui untuk kesekian kalinya adalah jika di tolak cintanya oleh donna. Hingga akhirnya mereka berpisah dengan taksi yang berbeda tujuan pulang. Kian hari atar kian rajin menghubungi donna, sampai-sampai setiap mau melakukan aktifitas atar selalu laporan, begitu pun dnegan donna. Mereka juga bertemu di luar rumah dan kantor sekedar untuk melepas rindu. Maksudnya atar adal mencari waktu yang tepat saat berdua untuk mengutarakan cintanya pada donna, namun apa yang mau dikata, niatan atar selalu kandas oleh waktu yang menurutnya tidak bersahabat.
‘mungkin sabtu nanti ku ungkap semua rasa cintaku di hatimu’ setiap kali atar berguman dalam hati, setiap kali itu jantungnya berdetak kencang. Atar bukannya tidak memiliki keberanian, namun entah mengapa dalam hal cinta, ia selalu kandas di tengah jalan. Hingga ungkapan cinta pun tak sempat atar ungkapkan, sehingga membuatnya galau yang berkepanjangan.
Jam telah menunjukan waktu seperempat hari sore, hari ini atar telah mempersiapkan diri untuk bertemu dengan donna. Ia bertekat sekaranglah waktunya, atau tidak sama sekali. Atar siap menerima kemungkinaan terburuk jika donna menolak cintanya, mungkin lusa ketika senin tiba bia akan datang setengah jam lebih lambat dari biasanya, begitu pun dengan waktu makan siang dan pulang kantor. Atar bersiap-siap menjemput donna dengan motor barunya, hasil jerih payah kerja sebagai staff di perusahaan trading selama hampir satu tahun.
Sabtu malam atar berencana mengajak makan malam di cafe kesukaan donna, kali ini mereka tidak berencana nonton bioskop, yang konon menurut atar “beri aku alasan donna kenapa kita harus menghabiskan malam minggu dengan nonton bioskop? Kan lebih enak kita ngobrol di cafe, bisa lebih mengenal satu sama lain daripada diam menyaksikan sandiwara orang lain”.
Malam pun tiba, donna dan atar telah sampai di cafe, sembari menunggu makanan dan minuman yang dipesannya, atar memulai percakapannya dan ia pun sadar detak jantungnya tak karuan berdetak, tangan laki-lakinya mendadak lemas, bicaranya pun terlihat grogi, tapi atar sudah bertekat apapun yang terjadi, ia siap menerimannya, sekali pun donna menolaknya
“donna... kita sudah saling mengenal hampir satu bulan lamannya, mungkin menurut kamu waktu satu bulan belum terlalu cukup untuk mengenal aku. Tapi bagi ku, satu bulan lebih dari cukup untuk mengenal kamu. Aku mencintai mu, aku menginginkan hubungan kita lebih dari sekedar teman yang mengisi setiap malam minggu. Kedepannya aku ingin menjadi pemimpin bagi dirimu. Maukah kamu menerima ku menjadi pacarmu?” tanya atar dengan tegas, setelah diawal ucapannya sempat terbata-bata.
“hah?... kamu serius?”
“iya”
“koq kamu yakin bener kalo aku adalah yangterbaik untuk mu”
“keyakinanku muncul dari keseriusanmu menanggapi hubungan kita selam ini....”
“ahhh masaaa......”
“donna, aku tidak akan mengemis cintamu, jika kamu tidak mencintaiku. Tapi yang pasti, aku mampu menerima sisi kekuranganmu sebagai sisi terbaikmu. Karena itulah aku mencintaimu melebihi apa pun”
“bolehkah aku meminta waktu? Untuk mikir?”
“silahkan donna... kamu memilikinya”
“sebulan, boleh?”
“wah... kalo sebulan lamanya sama aja kamu menolak ku secara halus donk”
“katanya aku mikir?”
“iya sih... tapi jangan lama-lama”
“berapa lama yang kamu inginkan?”
“lima menit!”
“ahhh... itu sih gak mikir, langsung jawab donk”
“nah... kalau bisa langsung jawab kenapa harus mikir?”
“atar... atar.... kamu memang jago ngomong ya...”
“ya sudah, jadinya gimana nih donn....?”
“kamu maunya aku gimana?”
“aku maunya kamu menerima ku”
“ya udah kalo gitu, aku mau” malu-malu donna membalikan pertanyaan atar
“mau apaan? Donn”
“ya... mau....”
“yang jelas donk....”
“Iihhhh... kamu ini ya! Iya aku mau jadi pacarmu”
“bener, donn???”
“gitu deh...”
“tuh kan... ngambang lagi”
“kan aku tadi udah jawab atar....”
Malam pun segera larut, rasanya baru aja sepuluh menit atar dan donna kencan pertama, tak terasa sduah tiga jam mereka berada di cafe itu, melebihi waktu normal layaknya orang makan malam.
Hari-hari berikutnya hubungan donna dan atar kian manis, kian harmonis, seolah tak bisa dipisahkan oleh tangan alam dan manusia. Tak terasa hubungan mereka telah menginjak usia tiga tahun, bukan lagi waktu yang pendek untuk sebuha hubungan kekasih. Donna dan atar pun sepakat melanjutkan ke hubungan yang lebih serius, pernikahan.
---------------------------------------
Dan kini, mereka tengah berada di altar gereja. Dihadapan Tuhan mereka mengucap janji sehidup semati. Bapa pendeta, keluarga mempelai dan para tamu pun menjadi saksi atas cinta abadi yang mereka ucapkan. “pernikahan kalian telah diberkati oleh Tuhan” kata bapa dalam kotbahnya.
Atar dan donna pun diberi kesempatan untuk membawakan sebuah lagu kenangan berdua, untuk di nyanyikan. Sambil memegang mic atar memandangi wajah cantiknya donna, dan berkata
“kamu cantik... seperti bidadari yang turun dari langit”
“gombal ah...” balas donna tersipu malu
“bener... tuh ada pelangi dimatamu” rayu atar
“malu ah.... banyak orang” donna sambil mencubit lengan atar
Alunan musik telah mengalun pelan tanda dimulainya intro lagu yang akan mereka nyanyikan. Dengan balutan gaun putih yang panjang dan menawan, donna menggandeng lengan kanan atar, sesekali disandarkan kepala donna di bahu atar, sambil menunggu intro lagu berkahir. Atar pun tampak gagak dengan busana jas berwarna pitu dengan dasi kupu-kupu putih.
“ I pray you’ll be our eyes
And watch us where we go
And help us to be wise in time when we don’t know
Let this be our pray....”
(Celine Dion & Andrea Bocelli)
Cerita ini adalah fiksi, jika terdapat kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan saja.
Di depan altar ku ucapkan janji setia, setelah tiga tahun kita merenda kasih dalam balutan cinta. Kini, tiba saat-saat yang paling bersejarah bagi donna dan atar. Matahari masih malu-malu menampakan sinarnya, walau jaum jam pendek telah beranjak menuju angka sebelas. Para tamu dan undangan juga telah ramai menghadiri pemberkatan perkawinan suci, Tuhan pun telah siap di singgasananya untuk menyaksikan janji pernikahan.
Setelah atar mengucapkan janji setia pernikahan, giliran donna yang mengucapkannya dengan panduan bapa. Satu hal yang menarik bagi donna dari pesan kotbah pendeta, ketika pendeta menggenggam erat tangan donna dan atar, ia pun berucap “pernikahan kalian yang telah di satukan oleh Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh tangan manusia, kecuali maut yang menjemputnya”. Tanpa donna sadari air mata haru telah menggenangi kelopak mata dan bermain layaknya ombak kecil yang menyapu bulu-bulu mata, kian lama kian nampak sebuah pelangi bahagia dimatanya.
Atar sempat melirik ekspresi haru donna, ia pun memberi senyuman kecilnya dan mengenggam erat tangan kiri donna dengan tangan kanannya. Sepintas ia teringat bagaimana dulu, tiga tahun yang lalu ia mengunggkapkan semua perasaan pada donna di dalam lift.
---------------------------------------
Tiga tahun yang lalu atar dan donna bukanlah siapa-siapa, jangankan sahabat atau kawan, nama pu mereka tak saling tahu. Cuman yang pasti setiap kali jam tujuh pagi, hampir selalu atar satu lift dengan donna, kala itu donna adalah wanita misterius dalam lift. Mereka kerja dalam satu gedung yang sama, tapi entah pada perusahaan apa donna bekerja, yang pasti tombol lantai empat belas selalu ditekan oleh jemari manis wanita misterius dalam lift. Kian hari rasa penasaran atar kian menjadi, ingin rasanya ia menanyakan nama dan nomor telepon, tapi secepat itu pula niatnya diurungkan. Malu dan takut, selalu menghatui atar, Ia takut jika di tolak oleh wanita misterius dalam lift. Pernah suatu ketika atar masuk lift duluan dan menekan tombol lantai delapan tempat ia bekerja, “lantai berapa mba?” tanya atar “empat belas mas. makasih” wanita misterius pun membalas dengan datar tanpa ekspresi.
Atar yang biasanya sering lembur, kali ini ia pulang lebih cepat dari biasanya. Tombol lift tanda turun pun ditekannya, ketika pintu lift terbuka alangkah terkejutnya atra melihat sosok wanita idaman yang penuh dengan misterius telah berada didalam lift seorang diri. Atar pun masuk dan tombol lantai lobby telah menyala. ‘kini saatnya atau tidak sama sekali’ atar berucap dengan dirinya dalam hati, seolah dirinya pun berkata ‘ayo atar... kamu harus dapat’. belum sempat atar mengawali pembicaraan pembuka, wanita misterius telah menyapannya
“mas... ballpointnya lopua di tutup tuh! Tintanya meleber ke baju”
“astaga.... makasih ya mba”
Sikap panik dan gelisah telah dipancarkan oleh atar dihadapan wanita misterius yang ingin sekali ia kenali.
“ini mas.. kalo mau tisu basa aku punya...”
“oohh... makasih mba” sambil menunggu tisu basah, tangan atar telah maju untuk berkenalan “nama kamu siapa?”
“panggil aja donna”
“aku atar”
“ini mas tisunya, sayang bajunya kelunturan”
“makasih ya donna... wangi sekali tisunya, seperti yang punya”
Merah padam pipi donna mendapat pujian dari seorang pria yang baru dikenalinya. Secepat itu pula pintu lift telah terbuka tepat di lantai dasar, lobby. Mereka pun segera meninggalkan lift, dan berganti dengan pengguna lift lainnya.
“mba donna... sori nih, boleh minta nomer hp nya?”
“aduhh... gak usah manggil mba, kayak aku tua aja. Panggil aja donna”
“iya sori, besok-besok kalau ketemu di lift nggak pake mba lagi deh...”
“0810125693740. Tolong kamu miskal ya”
‘tutt.. tutt..’ nada panggil yang berasal dari telepon genggamnya donna
“ini ya nomor kamu?”
“iya benar. Boleh nanti malam aku telepon kamu?”
“boleh aja...”
“gak ada yang marah?”
“kan ke hape ku.... kalo ke rumah, papa mama ku yang tanya”
“oke deh donna, sampe nanti...”
“daa....”
Donna dan atar pun berlalu dalam lalu-lalang orang yang berada di lobby kantor mereka.
Dihari-hari berikutnya donna dan atar lebih sering bertemu di lift, mereka sering janjian sebelum masuk kerja untuk sarapan dulu di kantin. Kali ini bukan jam tujuh mereka bertemu di lift, tapi sekitar jam tujuh mereka bertemu di kantin belakang, barulah sekitar setengah delapan mereka bersama-sama menuju lobby dan menaiki lift. Atar turun di lantai delapan dan donna masih melanjutkan ke lantai empat belas. Siang harinya mereka jarang sekali bertemu, urusan pekerjaannya yang membuat mereka sulit bisa makan siang bersama. Terkadang atar baru makan siang jam satu lewat, sedang donna jam dua belas kurang sedikit sudah mengacir turun ke lantai dasar untuk berburu makan siang bersama rekan kerjannya. Tapi mereka selalu mengabari lewat bbm, kadang menggunkan telepon kantor masing-masing.
Hubungan mereka pun kiat dekat dan akrab, tak terasa hampir satu bulan sejak mereka berkenalan di lift. Atar pun berencana mengajak donna keluar untuk nonton bioskop setelah jam pulang kantor di penghujung akhir pekan.
‘don... entar after office hour, nonton yuk?’ tulis atar di pesan singkat bbmnya
‘dimana tar?’ balas donna lewat bbm
‘di mall depan kantor aja, tinggal nyebrang’ balas atar
‘ok deh. entar sore kalo aku dah mau turun, aku ping kamu ya’ balas donna dengan bbm nya
‘siap bu...’
Sore pun dimulai, donna dan atar mengawali hari pertamanya diluar area kantor yang selama ini telah mereka habiskan bersama. Hingga larut tak terasa, atar pun ingin mengunggkapkan perasaan cintanya pada donna. Tapi yang selalu menghantui untuk kesekian kalinya adalah jika di tolak cintanya oleh donna. Hingga akhirnya mereka berpisah dengan taksi yang berbeda tujuan pulang. Kian hari atar kian rajin menghubungi donna, sampai-sampai setiap mau melakukan aktifitas atar selalu laporan, begitu pun dnegan donna. Mereka juga bertemu di luar rumah dan kantor sekedar untuk melepas rindu. Maksudnya atar adal mencari waktu yang tepat saat berdua untuk mengutarakan cintanya pada donna, namun apa yang mau dikata, niatan atar selalu kandas oleh waktu yang menurutnya tidak bersahabat.
‘mungkin sabtu nanti ku ungkap semua rasa cintaku di hatimu’ setiap kali atar berguman dalam hati, setiap kali itu jantungnya berdetak kencang. Atar bukannya tidak memiliki keberanian, namun entah mengapa dalam hal cinta, ia selalu kandas di tengah jalan. Hingga ungkapan cinta pun tak sempat atar ungkapkan, sehingga membuatnya galau yang berkepanjangan.
Jam telah menunjukan waktu seperempat hari sore, hari ini atar telah mempersiapkan diri untuk bertemu dengan donna. Ia bertekat sekaranglah waktunya, atau tidak sama sekali. Atar siap menerima kemungkinaan terburuk jika donna menolak cintanya, mungkin lusa ketika senin tiba bia akan datang setengah jam lebih lambat dari biasanya, begitu pun dengan waktu makan siang dan pulang kantor. Atar bersiap-siap menjemput donna dengan motor barunya, hasil jerih payah kerja sebagai staff di perusahaan trading selama hampir satu tahun.
Sabtu malam atar berencana mengajak makan malam di cafe kesukaan donna, kali ini mereka tidak berencana nonton bioskop, yang konon menurut atar “beri aku alasan donna kenapa kita harus menghabiskan malam minggu dengan nonton bioskop? Kan lebih enak kita ngobrol di cafe, bisa lebih mengenal satu sama lain daripada diam menyaksikan sandiwara orang lain”.
Malam pun tiba, donna dan atar telah sampai di cafe, sembari menunggu makanan dan minuman yang dipesannya, atar memulai percakapannya dan ia pun sadar detak jantungnya tak karuan berdetak, tangan laki-lakinya mendadak lemas, bicaranya pun terlihat grogi, tapi atar sudah bertekat apapun yang terjadi, ia siap menerimannya, sekali pun donna menolaknya
“donna... kita sudah saling mengenal hampir satu bulan lamannya, mungkin menurut kamu waktu satu bulan belum terlalu cukup untuk mengenal aku. Tapi bagi ku, satu bulan lebih dari cukup untuk mengenal kamu. Aku mencintai mu, aku menginginkan hubungan kita lebih dari sekedar teman yang mengisi setiap malam minggu. Kedepannya aku ingin menjadi pemimpin bagi dirimu. Maukah kamu menerima ku menjadi pacarmu?” tanya atar dengan tegas, setelah diawal ucapannya sempat terbata-bata.
“hah?... kamu serius?”
“iya”
“koq kamu yakin bener kalo aku adalah yangterbaik untuk mu”
“keyakinanku muncul dari keseriusanmu menanggapi hubungan kita selam ini....”
“ahhh masaaa......”
“donna, aku tidak akan mengemis cintamu, jika kamu tidak mencintaiku. Tapi yang pasti, aku mampu menerima sisi kekuranganmu sebagai sisi terbaikmu. Karena itulah aku mencintaimu melebihi apa pun”
“bolehkah aku meminta waktu? Untuk mikir?”
“silahkan donna... kamu memilikinya”
“sebulan, boleh?”
“wah... kalo sebulan lamanya sama aja kamu menolak ku secara halus donk”
“katanya aku mikir?”
“iya sih... tapi jangan lama-lama”
“berapa lama yang kamu inginkan?”
“lima menit!”
“ahhh... itu sih gak mikir, langsung jawab donk”
“nah... kalau bisa langsung jawab kenapa harus mikir?”
“atar... atar.... kamu memang jago ngomong ya...”
“ya sudah, jadinya gimana nih donn....?”
“kamu maunya aku gimana?”
“aku maunya kamu menerima ku”
“ya udah kalo gitu, aku mau” malu-malu donna membalikan pertanyaan atar
“mau apaan? Donn”
“ya... mau....”
“yang jelas donk....”
“Iihhhh... kamu ini ya! Iya aku mau jadi pacarmu”
“bener, donn???”
“gitu deh...”
“tuh kan... ngambang lagi”
“kan aku tadi udah jawab atar....”
Malam pun segera larut, rasanya baru aja sepuluh menit atar dan donna kencan pertama, tak terasa sduah tiga jam mereka berada di cafe itu, melebihi waktu normal layaknya orang makan malam.
Hari-hari berikutnya hubungan donna dan atar kian manis, kian harmonis, seolah tak bisa dipisahkan oleh tangan alam dan manusia. Tak terasa hubungan mereka telah menginjak usia tiga tahun, bukan lagi waktu yang pendek untuk sebuha hubungan kekasih. Donna dan atar pun sepakat melanjutkan ke hubungan yang lebih serius, pernikahan.
---------------------------------------
Dan kini, mereka tengah berada di altar gereja. Dihadapan Tuhan mereka mengucap janji sehidup semati. Bapa pendeta, keluarga mempelai dan para tamu pun menjadi saksi atas cinta abadi yang mereka ucapkan. “pernikahan kalian telah diberkati oleh Tuhan” kata bapa dalam kotbahnya.
Atar dan donna pun diberi kesempatan untuk membawakan sebuah lagu kenangan berdua, untuk di nyanyikan. Sambil memegang mic atar memandangi wajah cantiknya donna, dan berkata
“kamu cantik... seperti bidadari yang turun dari langit”
“gombal ah...” balas donna tersipu malu
“bener... tuh ada pelangi dimatamu” rayu atar
“malu ah.... banyak orang” donna sambil mencubit lengan atar
Alunan musik telah mengalun pelan tanda dimulainya intro lagu yang akan mereka nyanyikan. Dengan balutan gaun putih yang panjang dan menawan, donna menggandeng lengan kanan atar, sesekali disandarkan kepala donna di bahu atar, sambil menunggu intro lagu berkahir. Atar pun tampak gagak dengan busana jas berwarna pitu dengan dasi kupu-kupu putih.
“ I pray you’ll be our eyes
And watch us where we go
And help us to be wise in time when we don’t know
Let this be our pray....”
(Celine Dion & Andrea Bocelli)