Ruang 801
10.01.2012
Cerita ini adalah fiksi, jika terdapat kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan saja.
Maya dan Rike telah tiba di kampus daerah bilangan grogol, pagi itu mereka akan mengikuti kuliah manajemen internasional. Mata kuliah wajib yang harus mereka ikuti guna memperoleh kesarjanaannya di bidang ekonomi manajemen.
Hari itu maya tampak tak bergairah untuk mengikuti kuliah pagi, namun rike tetap memaksannya masuk dan sekedar ngisi absen, duduk paling belakang, lalu ngobrol, terkadang lebih banyak tidur di kelas daripada ngobrol bahkan mengikuti mata kuliah tersebut. Maklum saja dosennya sudah uzur, jalan saja harus menggunakan tongkat. Entah mengapa pihak universitas masih mempertahankan dosen manula, apakah tidak ada lagi dosen muda yang penuh enerjik dan berwawasan luas.
Jam sudah menunjukan pukul delapan, sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu tanpa kehadiaran pak tua, sebutan mahasiswa kepada dosen manajemen internasional yang telah berusia lebih dari tiga perempat abad.
“ke... cabut yuk! Udah jam segini gak bakalan dateng”
“bentar may... lagian juga mau kemana? Mending di kelas adem daripada di luar. Item lama-lama kulit gue”
“laper nih gue, biasanya kan dia on time. Ini dah tiga puluh menit lebih dia belum nonggol”
“males ah may...”
“ahh elo gak asik banget”
Maya dan Rike dua sahabat sejak semester pertama hingga kini, semester enam. Teman-teman sekampus menyebutnya mereka seperti perangko, ada maya ada rike. Ada rike ada maya, dua manusia yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam percintaan selera mereka pun sama.
Beberapa siswa cowo tiba-tiba masuk kelas dengan berbondong-bondong
“dosen dateng” saut salah satu dari mereka.
Benar dosen datang dan menutup pintu kelas 801. Namun yang hadir untuk kali ini bukan dosen pak tua, melainkan dosen pengganti, yang jauh lebih muda, lebih macho, lebih ganteng, lebih putih... ahh semuanya serba lebih.
“selamat pagi, saya Darma Wibowo, adik-adik boleh memanggil saya darma. Saya menggantikan untuk sementara mata kuliah bapak Sukiyat”
Serentak seisi kelas terdiam dan benggong, melihat ketampanan dosen darma, khususnya kaum hawa. Tak terkecuali Rike dan Maya, maya yang tadinya malas tak bergairah kini dia beranjak dari kursinya ke barisan yang paling depan, tepat di depan meja dosen. Rike pun mengikuti maya seolah tak mau kalah, siapa tau kali ini dia lebih beruntung.
Dosen darma mengawali perkenalannya sebelum mengajar, dosen ganteng berusia 33 tahun, lulusan S2 Australia. Perawakannya seperti artis Ari Wibowo, tinggi, tegap, putih, ganteng dan rapi.
“may... menurut lo doi dah kawin belom?”
“kayaknya sih belom, kek. Gak ada cincin di jarinya”
“hmm.... sumpah gue mau diajak kencan ama doi”
“enak aja lo... milik gue tau!”
“eittsss.... sahabat tetap sahabat, kek. Persaimgan jalan terus”
“oke may...”
Hampir seisi kelas berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dari dosen darma, khususnya mahasiswi. Mereka ramai mengisi barisan duduk paling depan hingga tiga baris dari depan. Sementara itu kaum adam hanya risih, seolah mereka mendapat saingan tiba-tiba. Dosen darma mengajar mata kuliah dengan metode interkatif, ia pintar mengambil hati muridnya, muridnya pun juga merespon dengan baik.
Tak terasa mata kuliah satu jam tiga puluh menit telah dilalui dengan canda tawa dan berbagi kenangan.
“ok adik-adik... sampai disini mata kuliah hari ini”
“yahhh....” balas seisi kelas 801
“ini ada tugas buat adik-adik, dikumpulkan minggu depan. Mudah-mudahan pak sukiyat bisa hadir”
Dosen darma meletakan lembaran fotokopi di atas mejanya.
“oiya adik-adik. Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi, kalau ada yang ingin konsultasi mengenai mata kuliah hari ini, boleh telepn saya”
Dosen darma sambil menulis nomor telepon hp nya di papan tulis. Maya dan Rike, seperti kejatuhan durian runtuh. Langsung mengeluarkan hp nya dan menyimpan di phone book.
“pak, mau tanya” saut Maya
“iya, tanya apa?” balas dosen Darma
“kalo telepon buat ngajak dinner boleh gak?” tanya maya dengan malu-malu
“hhhuuuuuuuu.....” balas seisi kelas serempak. Tak ada balasan dari dosen Darma, hanya senyum yang penuh wibawa. Senyum yang ditujukan untuk Maya. Ia pun beranjak meninggalkan kelas 801. Tak mau kalah dengan Maya, Rike langsung keluar mengejar dosen Darma. Namun kali ini keberuntungan belum berpihak ke Rike. Dosen Darma telah menghilang, diantara kerumunan mahasiswa yang bertepatan dengan jam istirahat pertama.
--------------
Malamnya Maya menelpon Rike
“hallo ke!”
“iya say... ada apa? Kok suara lo galau gitu!”
“gimana gak galau, dari tadi gue telepon dosen kita gak diangkat. Malah nada nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungin.”
“gila lo may.... elo telepon beneran?”
“ya iya lah... kan dia sendiri bilang boleh di hubungin”
“sial, gue kalah cepet ama elo. Terus mau ngapain lo telepon dia?”
“ada deh... ke”
“ahh.. gak asik lo may. Mau ngapain?”
“basa basi aja, kali aja dia ngajakin gue ngedate”
“hebat lo maya. Coba aja lagi entar”
“gue dah coba dari jam tiga siang sampe magrib. Gak aktif hp nya”
“may... jangan-jangan dia dah nikah? Makanya hp nya dimatiin”
“bodo ah... selagi belum ada bendera kuning”
“gila lo, maya!”
“hehehe.... dah ah, ke. Gue mau nyoba nelepon lagi. Dah....”
Telepon pun di tutup.
--------------
Seminggu pun berlalu...
Kali ini Maya sangat bersemangat, sudah tidak sabar ingin bertemu dengan dosen Darma. Malam sebelumnya, ia tidak bisa tidur. Entah apa yang menggangu pikirannya, apakah pengaruh dosen Darma yang menghilang secara misterius tanpa ada kabar selama seminggu.
Rike dan Maya sudah hadir di kelas 801 sejam lebih awal dari jam masuk, mereka tidak mau kecolongan dengan para pesaingnya. Kelas masih tampak sepi, hanya ada beberapa teman-temannya yang sudah datang. Rike memilih tempat duduk tepat di depan meja dosen, maya pun demikian.
“maya... felling gue koq yang ngajar nanti pak tua deh. Bukan darma”
“ahh... nggak! Gue yakin pasti darma. Lagian pak tua kan dah mau mampus, ngapain juga dia masih ngajar”
“koq gue ngerasa ada yang aneh deh ama tuh asdos”
“napa? Merasa gue saingin ya?”
Tak ada jawaban dari Rike, ia pun sibuk dengan android barunya. Tepat jam setengah delapan dosen mata kuliah manajemn internasional masuk kelas. Seperti dugaan Rike, yang datang adalah pak tua, bukan dosen penganti seperti munggu lalu. Maya tampak kecewa sekali, ia pun langsung mengubah posisi duduknya ke belakang. Paling belakang, bersebelahan dengan teman cowok nya, Andre. Kali ini Rike tidak beranjak, ia tetap dibarisan depan, karena sudah kepalang tanggung dan rasa tidak enak dilihat dosen sukiyat.
“maaf anak-anak, minggu lalu saya berhalangan ngajar. Sekarang kita buka bab 5” jelas dosen Sukiyat
“pak, tugas yang minggu lalu di kumpulkan?” tanya salah seorang mahasiswa
“tugas apa?” balas pak sukiyat
“ini pak, minggu lalu dosen pengganti masuk dan memberi kita tugas. Katanya asistennya bapak” jawab Rike.
“nggak ada! Saya tidak menyuruh dosen lain untuk masuk ke kelas saya. Lagian saya sudah setahun tidak mempunyai asisten” balas pak Sukiyat
“bener koq pak...” balas Rike, kelas pun mulai gaduh, ramai, seolah tak percaya dengan ucapan pak Sukiyat. Salah seorang dari mahasiswa menyamperin pak Sukiyat sambil mengumpulkan beberapa lembar tugas yang di berikan asdos Darma. Pak Sukiyat pun duduk terdiam di mejanya, sembari mengamati lembar demi lembar tugas para mahasiswanya.
“siapa namanya yang ngajar dikelas saya?” tanay pak sukiyat
Serempak seisi kelas menjawab “pak Darma...”, kelas pun mendadak sunyi, pak Sukiyat hanya duduk terdiam. Ia pun meyakinkan lagi dengan jawaban mahasiswanya.
“kalian yakin yang mengajar itu namanya pak Darma?” tanya pak Sukiyat
“yakin pak” jawab seisi kelas dengan kompak
“pak Darma juga ngasih nomer hp nya. Emangnya kenapa pak?” tanya Rike yang duduk paling depan
“buronan ya pak? Ato teroris?” celetuk salah seorang mahasiswa, tawa gaduh pun pecah diantara sesama mahasiswa.
“Benar, Darma Wibowo adalah asisten saya satu tahun yang lalu. Tapi dia sudah meninggal tepat satu tahun yang lalu” pak Sukiyat sambil menjelaskan dosen Darma dengan nada yang tenang, hanya mimik wajahnya saja yang tidak dapat menyembunyikan kesedihan. Serentak seisi kelas tiba-tiba gaduh, seolah tak percaya apa yang baru di dengarnya.
“haha!!!”
“serius pak?” balas Maya sambil menghampiri pak Sukiyat
“Benar. Pak Darma telah meninggal satu tahun yang lalu, ia di temukan tewas di ruangan ini dengan nadi terpotong. Beberapa kali, kata penjaga dan beberapa mahasiswa, ia sering menampakan diri. Khususnya di ruangan ini.” Jawab pak Sukiyat, sambil menjelaskan kepada Maya dan seliuruh mahasiswanya.
“sumpah gue ogah ngambil mata kuliah ini! Mending gue dapet E daripada di hantuin” celetuk Rika sambil menarik tangan maya untuk keluar dari ruangan 801. Namun Maya, masih penasaran dengan cerita pak sukiyat. Ia pun mengelak diajak keluar oleh Rika dan beberapa temannya yang ketakutan.
“kenapa pak Darma sampai bunuh diri pak?”
“tunangannya meninggal karena kecelakaan mobil, seminggu sebelum pernikahannya” jawab pak Sukiyat
“astaga....” jawab Maya
“mungkin almarhum masih ingin mengabdi ke dunia pendidikan, namun sayang kecintaan terhadap tunangannya jauh lebih besar daripada pengabdiannya sebagai dosen” balas pak Sukiyat.
“lalu napa ruangan ini masih digunakan pak? Kok tidak ditutup saja” tanya salah seorang mahasiswa
“pihak fakultas menutup mata atas kejadian ini. Mereka beranggapan, murni kecelakaan. Tidak ada unsur mistis” balas pak Sukiyat
Tak ada suara dari para mahasiswa yang penasaran dengan sosok Darma. Hawa kelas pun berangsur-angsur menjadi dingin, bulu kuduk pun ikutan berdiri. Tiba-tiba, spidol papan tulis menggelinding dimeja dosen dan jatuh ke lantai tanpa sebab.
“ok, kelas selesai sampai hari ini. Kalian boleh meninggalkan ruangan ini” tegas pak Sukiyat kepada seluruh mahasiswanya
Tak terkecuali Maya, yang sejak awal sangat penesaran dengan sosok dosen Darma, kini ia sudah mersa yakin dengan kemisteriusan dosen Darma. Kelas pun menjadi sepi, hanya pak tua yang masih tinggal di ruangan 801, pak Sukiyat sambil memegang kumpulam lembar tugas mahasiswanya, sambil berkata “istirahatlah dengan tenang, Darma. Jangan ganggu mahasiswamu”
"...Kan selalu
Ku rasa hadirmu
Antara ada dan tiada..."
(Utopia)
Cerita ini adalah fiksi, jika terdapat kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan saja.
Maya dan Rike telah tiba di kampus daerah bilangan grogol, pagi itu mereka akan mengikuti kuliah manajemen internasional. Mata kuliah wajib yang harus mereka ikuti guna memperoleh kesarjanaannya di bidang ekonomi manajemen.
Hari itu maya tampak tak bergairah untuk mengikuti kuliah pagi, namun rike tetap memaksannya masuk dan sekedar ngisi absen, duduk paling belakang, lalu ngobrol, terkadang lebih banyak tidur di kelas daripada ngobrol bahkan mengikuti mata kuliah tersebut. Maklum saja dosennya sudah uzur, jalan saja harus menggunakan tongkat. Entah mengapa pihak universitas masih mempertahankan dosen manula, apakah tidak ada lagi dosen muda yang penuh enerjik dan berwawasan luas.
Jam sudah menunjukan pukul delapan, sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu tanpa kehadiaran pak tua, sebutan mahasiswa kepada dosen manajemen internasional yang telah berusia lebih dari tiga perempat abad.
“ke... cabut yuk! Udah jam segini gak bakalan dateng”
“bentar may... lagian juga mau kemana? Mending di kelas adem daripada di luar. Item lama-lama kulit gue”
“laper nih gue, biasanya kan dia on time. Ini dah tiga puluh menit lebih dia belum nonggol”
“males ah may...”
“ahh elo gak asik banget”
Maya dan Rike dua sahabat sejak semester pertama hingga kini, semester enam. Teman-teman sekampus menyebutnya mereka seperti perangko, ada maya ada rike. Ada rike ada maya, dua manusia yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam percintaan selera mereka pun sama.
Beberapa siswa cowo tiba-tiba masuk kelas dengan berbondong-bondong
“dosen dateng” saut salah satu dari mereka.
Benar dosen datang dan menutup pintu kelas 801. Namun yang hadir untuk kali ini bukan dosen pak tua, melainkan dosen pengganti, yang jauh lebih muda, lebih macho, lebih ganteng, lebih putih... ahh semuanya serba lebih.
“selamat pagi, saya Darma Wibowo, adik-adik boleh memanggil saya darma. Saya menggantikan untuk sementara mata kuliah bapak Sukiyat”
Serentak seisi kelas terdiam dan benggong, melihat ketampanan dosen darma, khususnya kaum hawa. Tak terkecuali Rike dan Maya, maya yang tadinya malas tak bergairah kini dia beranjak dari kursinya ke barisan yang paling depan, tepat di depan meja dosen. Rike pun mengikuti maya seolah tak mau kalah, siapa tau kali ini dia lebih beruntung.
Dosen darma mengawali perkenalannya sebelum mengajar, dosen ganteng berusia 33 tahun, lulusan S2 Australia. Perawakannya seperti artis Ari Wibowo, tinggi, tegap, putih, ganteng dan rapi.
“may... menurut lo doi dah kawin belom?”
“kayaknya sih belom, kek. Gak ada cincin di jarinya”
“hmm.... sumpah gue mau diajak kencan ama doi”
“enak aja lo... milik gue tau!”
“eittsss.... sahabat tetap sahabat, kek. Persaimgan jalan terus”
“oke may...”
Hampir seisi kelas berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dari dosen darma, khususnya mahasiswi. Mereka ramai mengisi barisan duduk paling depan hingga tiga baris dari depan. Sementara itu kaum adam hanya risih, seolah mereka mendapat saingan tiba-tiba. Dosen darma mengajar mata kuliah dengan metode interkatif, ia pintar mengambil hati muridnya, muridnya pun juga merespon dengan baik.
Tak terasa mata kuliah satu jam tiga puluh menit telah dilalui dengan canda tawa dan berbagi kenangan.
“ok adik-adik... sampai disini mata kuliah hari ini”
“yahhh....” balas seisi kelas 801
“ini ada tugas buat adik-adik, dikumpulkan minggu depan. Mudah-mudahan pak sukiyat bisa hadir”
Dosen darma meletakan lembaran fotokopi di atas mejanya.
“oiya adik-adik. Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi, kalau ada yang ingin konsultasi mengenai mata kuliah hari ini, boleh telepn saya”
Dosen darma sambil menulis nomor telepon hp nya di papan tulis. Maya dan Rike, seperti kejatuhan durian runtuh. Langsung mengeluarkan hp nya dan menyimpan di phone book.
“pak, mau tanya” saut Maya
“iya, tanya apa?” balas dosen Darma
“kalo telepon buat ngajak dinner boleh gak?” tanya maya dengan malu-malu
“hhhuuuuuuuu.....” balas seisi kelas serempak. Tak ada balasan dari dosen Darma, hanya senyum yang penuh wibawa. Senyum yang ditujukan untuk Maya. Ia pun beranjak meninggalkan kelas 801. Tak mau kalah dengan Maya, Rike langsung keluar mengejar dosen Darma. Namun kali ini keberuntungan belum berpihak ke Rike. Dosen Darma telah menghilang, diantara kerumunan mahasiswa yang bertepatan dengan jam istirahat pertama.
--------------
Malamnya Maya menelpon Rike
“hallo ke!”
“iya say... ada apa? Kok suara lo galau gitu!”
“gimana gak galau, dari tadi gue telepon dosen kita gak diangkat. Malah nada nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungin.”
“gila lo may.... elo telepon beneran?”
“ya iya lah... kan dia sendiri bilang boleh di hubungin”
“sial, gue kalah cepet ama elo. Terus mau ngapain lo telepon dia?”
“ada deh... ke”
“ahh.. gak asik lo may. Mau ngapain?”
“basa basi aja, kali aja dia ngajakin gue ngedate”
“hebat lo maya. Coba aja lagi entar”
“gue dah coba dari jam tiga siang sampe magrib. Gak aktif hp nya”
“may... jangan-jangan dia dah nikah? Makanya hp nya dimatiin”
“bodo ah... selagi belum ada bendera kuning”
“gila lo, maya!”
“hehehe.... dah ah, ke. Gue mau nyoba nelepon lagi. Dah....”
Telepon pun di tutup.
--------------
Seminggu pun berlalu...
Kali ini Maya sangat bersemangat, sudah tidak sabar ingin bertemu dengan dosen Darma. Malam sebelumnya, ia tidak bisa tidur. Entah apa yang menggangu pikirannya, apakah pengaruh dosen Darma yang menghilang secara misterius tanpa ada kabar selama seminggu.
Rike dan Maya sudah hadir di kelas 801 sejam lebih awal dari jam masuk, mereka tidak mau kecolongan dengan para pesaingnya. Kelas masih tampak sepi, hanya ada beberapa teman-temannya yang sudah datang. Rike memilih tempat duduk tepat di depan meja dosen, maya pun demikian.
“maya... felling gue koq yang ngajar nanti pak tua deh. Bukan darma”
“ahh... nggak! Gue yakin pasti darma. Lagian pak tua kan dah mau mampus, ngapain juga dia masih ngajar”
“koq gue ngerasa ada yang aneh deh ama tuh asdos”
“napa? Merasa gue saingin ya?”
Tak ada jawaban dari Rike, ia pun sibuk dengan android barunya. Tepat jam setengah delapan dosen mata kuliah manajemn internasional masuk kelas. Seperti dugaan Rike, yang datang adalah pak tua, bukan dosen penganti seperti munggu lalu. Maya tampak kecewa sekali, ia pun langsung mengubah posisi duduknya ke belakang. Paling belakang, bersebelahan dengan teman cowok nya, Andre. Kali ini Rike tidak beranjak, ia tetap dibarisan depan, karena sudah kepalang tanggung dan rasa tidak enak dilihat dosen sukiyat.
“maaf anak-anak, minggu lalu saya berhalangan ngajar. Sekarang kita buka bab 5” jelas dosen Sukiyat
“pak, tugas yang minggu lalu di kumpulkan?” tanya salah seorang mahasiswa
“tugas apa?” balas pak sukiyat
“ini pak, minggu lalu dosen pengganti masuk dan memberi kita tugas. Katanya asistennya bapak” jawab Rike.
“nggak ada! Saya tidak menyuruh dosen lain untuk masuk ke kelas saya. Lagian saya sudah setahun tidak mempunyai asisten” balas pak Sukiyat
“bener koq pak...” balas Rike, kelas pun mulai gaduh, ramai, seolah tak percaya dengan ucapan pak Sukiyat. Salah seorang dari mahasiswa menyamperin pak Sukiyat sambil mengumpulkan beberapa lembar tugas yang di berikan asdos Darma. Pak Sukiyat pun duduk terdiam di mejanya, sembari mengamati lembar demi lembar tugas para mahasiswanya.
“siapa namanya yang ngajar dikelas saya?” tanay pak sukiyat
Serempak seisi kelas menjawab “pak Darma...”, kelas pun mendadak sunyi, pak Sukiyat hanya duduk terdiam. Ia pun meyakinkan lagi dengan jawaban mahasiswanya.
“kalian yakin yang mengajar itu namanya pak Darma?” tanya pak Sukiyat
“yakin pak” jawab seisi kelas dengan kompak
“pak Darma juga ngasih nomer hp nya. Emangnya kenapa pak?” tanya Rike yang duduk paling depan
“buronan ya pak? Ato teroris?” celetuk salah seorang mahasiswa, tawa gaduh pun pecah diantara sesama mahasiswa.
“Benar, Darma Wibowo adalah asisten saya satu tahun yang lalu. Tapi dia sudah meninggal tepat satu tahun yang lalu” pak Sukiyat sambil menjelaskan dosen Darma dengan nada yang tenang, hanya mimik wajahnya saja yang tidak dapat menyembunyikan kesedihan. Serentak seisi kelas tiba-tiba gaduh, seolah tak percaya apa yang baru di dengarnya.
“haha!!!”
“serius pak?” balas Maya sambil menghampiri pak Sukiyat
“Benar. Pak Darma telah meninggal satu tahun yang lalu, ia di temukan tewas di ruangan ini dengan nadi terpotong. Beberapa kali, kata penjaga dan beberapa mahasiswa, ia sering menampakan diri. Khususnya di ruangan ini.” Jawab pak Sukiyat, sambil menjelaskan kepada Maya dan seliuruh mahasiswanya.
“sumpah gue ogah ngambil mata kuliah ini! Mending gue dapet E daripada di hantuin” celetuk Rika sambil menarik tangan maya untuk keluar dari ruangan 801. Namun Maya, masih penasaran dengan cerita pak sukiyat. Ia pun mengelak diajak keluar oleh Rika dan beberapa temannya yang ketakutan.
“kenapa pak Darma sampai bunuh diri pak?”
“tunangannya meninggal karena kecelakaan mobil, seminggu sebelum pernikahannya” jawab pak Sukiyat
“astaga....” jawab Maya
“mungkin almarhum masih ingin mengabdi ke dunia pendidikan, namun sayang kecintaan terhadap tunangannya jauh lebih besar daripada pengabdiannya sebagai dosen” balas pak Sukiyat.
“lalu napa ruangan ini masih digunakan pak? Kok tidak ditutup saja” tanya salah seorang mahasiswa
“pihak fakultas menutup mata atas kejadian ini. Mereka beranggapan, murni kecelakaan. Tidak ada unsur mistis” balas pak Sukiyat
Tak ada suara dari para mahasiswa yang penasaran dengan sosok Darma. Hawa kelas pun berangsur-angsur menjadi dingin, bulu kuduk pun ikutan berdiri. Tiba-tiba, spidol papan tulis menggelinding dimeja dosen dan jatuh ke lantai tanpa sebab.
“ok, kelas selesai sampai hari ini. Kalian boleh meninggalkan ruangan ini” tegas pak Sukiyat kepada seluruh mahasiswanya
Tak terkecuali Maya, yang sejak awal sangat penesaran dengan sosok dosen Darma, kini ia sudah mersa yakin dengan kemisteriusan dosen Darma. Kelas pun menjadi sepi, hanya pak tua yang masih tinggal di ruangan 801, pak Sukiyat sambil memegang kumpulam lembar tugas mahasiswanya, sambil berkata “istirahatlah dengan tenang, Darma. Jangan ganggu mahasiswamu”
"...Kan selalu
Ku rasa hadirmu
Antara ada dan tiada..."
(Utopia)